Sunday, November 1, 2015

My New Blog Site

Hi. Meet me, Lui.

This blog, http://georgialuisa-mynotes.blogspot.co.id/, contained my own writings and also my friend’s writings that inspired me.
I decided to start a new blog because from now on I am committed to post my original writings. Even the content is came from other sources, I try to personalized it by editing and give my personal touch on it.

Life Wisdom
The title is melifewisdom. Me is different personalized version of ‘my’.
Why Life Wisdom? 
From several weeks, my friends in a community and I has been searching from our special life mission. We will talk about ‘life mission’ later on.
Long story short, I got ‘life wisdom’ as my value in life. I have been reflected that since I was in elementary school, I keep looking from ‘life wisdom’ from my daily life. I am inspired by story with this element. It is like a voice that whispers in my heart and a song that accompany my journey.
For a deeper meaning, I define W-I-S-D-O-M as a guidance for my blog’s content and it stands for:
Writings – a sharing from my daily life
Inspiration – a sharing from a friend that inspired me
Story – fiction story that may inspire others
Design – my artwork as an amateur
Opinion – what I think about something
Mary – may contain wisdom that I got as a Catholic. I chose this name because Mary is an ordinary human, like us, who is trying to listen and act as God’s wish.
(Lui, 1 November 2015)

Thursday, August 16, 2012

Konsolasi vs Desolasi


Ini adalah sebagian tips yang saya catat dari sebuah retreat di komunitas Katolik yang saya ikuti.
Saya merasa bahwa tips ini sangat berguna bagi kita untuk melakukan Discernment. Discernment yang berarti “ketajaman”, saya definisikan secara singkat sebagai menajamkan Roh kita, manakah hal yang lebih berkenan kepada Tuhan untuk kita pilih/lakukan.
Di dalam kehidupan rohani kita, dapat juga digolongkan ke dalam dua kondisi rohani.

Konsolasi : situasi di mana Tuhan terasa dekat, kehidupan rohani kita terasa semangat
-versus-
Desolasi : situasi di mana Tuhan terasa jauh, dan kehidupan rohani kita terasa lesu

Konsolasi dan desolasi pasti akan terjadi dan harus terjadi selama masa pemurnian kita di dunia ini.
Belajarlah untuk mempelajari kondisimu saat ini. Misalnya saja, di kondisi konsolasi saya mudah sekali untuk bersyukur, maupun sebaliknya saat desolasi jadi sulit untuk bersyukur dan lebih sering mengeluh.

Jika kita mengenal kondisi konsolasi sedang terjadi dalam diri kita, dan kita dituntun dari ke hal-hal yang lebih baik dan semakin baik di mata Tuhan, Roh Kudus akan terus memberi semangat. Sedangkan roh jahat juga akan mencoba merebut semangat itu. Misalnya roh jahat dapat membujuk,”Ah, saya memang seperti ini. Tidak perlu berubah, cuek saja.” Saat itu belajarlah untuk tidak memberi perhatian kepada suara yang jahat. Jika kamu menyadari bahwa kondisimu sedang dalam konsolasi, maka keputusan-keputusan yang benar akan memberi rasa damai di dalam hatimu. Sebaliknya keputusan yang salah akan membuat hati menjadi gelisah.

Jika kita sedang dalam kondisi desolasi, kita merasa jauh dari Tuhan, roh jahat akan membujuk kita untuk terus merasa damai dan tidak perlu mengubah kebiasaan kita. Misalnya, saat mulai terasa kendor dalam komitmen doa, mungkin akan ada bujukan dalam hati yang membuat kita berpikir,”Ah, ya sudahlah. Tidak apa sekali-sekali tidak usah berdoa.” Kondisi yang tidak mau berubah ini tanpa kita sadari semakin menjadi kebiasaan. Sebaliknya, jika dala kondisi desolasi hati kita gelisah, Roh Kudus biasanya membujuk kita untuk tidak nyaman dengan kondisi kita yang malas. Ia akan terus berbisik dalam hati,”don’t give up!” Ia akan menyentak kita agar kita mau terus mendekat kepada Tuhan.

Konsolasi dan desolasi memang akan terjadi tetapi yang menjadi perbedaan dari orang-orang yang dapat sampai ke dalam “deep revelation” dengan Tuhan adalah pribadi-pribadi yang mau mengamat-amati pengalaman imannya dan belajar dari sana, apakah saya sendiri sedang berada dalam kondisi konsolasi ataukah desolasi.
Dengan mengenal kondisi kita sendiri, suara hati kita akan semakin dipertajam, mana yang berasal dari Tuhan dan yang bukan dariNya. (lui)


Wednesday, July 25, 2012

Laki-laki dari Tuhan Sebagai Pahlawan


Seorang lelaki berumur 17 tahun berkata padaku, “Aku tahu bahwa adalah salah untuk tidur dengan perempuan yang tidak kamu pedulikan, tapi bagaimana jika kamu benar-benar mencintai dia? Kamu lihat, perempuan yang ada bersamaku sekarang, aku rela mati untuknya. Aku serius. Jika seseorang menodongkan sebuah pistol di kepalanya, aku kan menyuruh mereka untuk menembak ku menggantikan dia. Itulah seberapa besar aku mencintai perempuan ini.”

Responku? “Ok, lakukan hal itu.”

Ia melihat kepadaku dengan kebingungan. “Hah?”

Aku menjelaskan padanya, “Matilah untuknya. Lihat : sangat lucu untuk membayangkan sebuah skenario di mana kamu melakukan pengorbanan sebagai pahlawan untuk menyelamatkan nyawa seorang wanita. Tuhan memberikan hasrat yang mulia di hatimu untuk alasan tertentu. Kecuali pacarmu tergabung di suatu organisasi kriminal, ia mungkin tidak akan ada di situasi ditodongkan senjata saat ini. Tetapi, kamu perlu menjaga dia dari seseorang, dan itu adalah dirimu sendiri. Jika kamu benar-benar ingin mati untuknya, biarkanlah nafsu mu mati. Jika kamu ingin menjaga dia, jagalah jiwanya. Dengan kata lain, jika ia ditembak mati oleh seseorang, apakah ia siap untuk bertemu Tuhan? Apakah engkau sudah menjaga kehidupan kekalnya? Atau, mungkin, apakah engkau lebih tertarik dengan badannya dibandingkan jiwanya?”

Laki-laki muda ini bukan seorang yang tidak punya hati. Di mata saya, ia merepresentasikan semua dari kita (laki-laki). Kita semua mempunyai hasrat untuk melakukan hal yang mulia dan berani. Tetapi keinginan kita kadang menjadi ternoda. Tujuan kita tidak selalu semurni seperti yang seharusnya kita ketahui. Pemikiran dan kehendak kita – dan bahkan hati kita – perlu untuk dibentuk sesuai dengan Kebenaran.

Diterjemahkan dan dan dikutip dari “Theology of His Body Theology of Her Body” oleh Jason Evert  http://www.catholiccompany.com/theology-her-body-theology-his-body-p1001137/ atau http://www.amazon.com/Theology-His-Body-Her/dp/193421759X

Tuesday, July 17, 2012

Letter of Pope John Paul II to Women

Thank you, women who are mothers! You have sheltered human beings within yourselves in a unique experience of joy and travail. This experience makes you become God's own smile upon the newborn child, the one who guides your child's first steps, who helps it to grow, and who is the anchor as the child makes its way along the journey of life.

Thank you, women who are wives! You irrevocably join your future to that of your husbands, in a relationship of mutual giving, at the service of love and life.

Thank you, women who are daughters and women who are sisters! Into the heart of the family, and then of all society, you bring the richness of your sensitivity, your intuitiveness, your generosity and fidelity.

Thank you, women who work! You are present and active in every area of life-social, economic, cultural, artistic and political. In this way you make an indispensable contribution to the growth of a culture which unites reason and feeling, to a model of life ever open to the sense of "mystery", to the establishment of economic and political structures ever more worthy of humanity.

Thank you, consecrated women! Following the example of the greatest of women, the Mother of Jesus Christ, the Incarnate Word, you open yourselves with obedience and fidelity to the gift of God's love. You help the Church and all mankind to experience a "spousal" relationship to God, one which magnificently expresses the fellowship which God wishes to establish with his creatures.

Thank you, every woman, for the simple fact of being a woman! Through the insight which is so much a part of your womanhood you enrich the world's understanding and help to make human relations more honest and authentic.



Saturday, June 23, 2012

Ekaristi - Sebuah Permenungan Tentang Ekaristi


Apakah aku sudah menghayati misteri yang terjadi setiap aku merayakan ekaristi?

Christ, truly present under the species of bread and wine, is analogously present in the  word proclaimed in the liturgy. - Verbum Domini 56

Setiap kali aku menjalankan liturgi Ekaristi, Tuhan secara nyata hadir dalam rupa roti dan anggur. Bagaimanakah sikapku?
Pada Ekaristi, terdapat meja, yaitu : meja Sabda dan meja Tubuh Kristus / meja perjamuan (The Table of the Word and The Table of the Body of the Lord.). Keduanya sama-sama penting. Tidak berarti aku bersikap sangat khusyuk pada saat Doa Syukur Agung dan menomor duakan pembacaan Sabda Tuhan.

1.)    The Table of The Word

Ia hadir dalam sabdaNya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam gereja - Sacrosantum Concolium no.7

Yesaya 55:11 “demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.”

Melalui Sabda yang kita dengarkan setiap kali Liturgi Sabda, Tuhan mengajakku untuk ambil bagian dalam apa yang Ia kerjakan, merasakan apa yang Ia rasakan. Sepertinya Ia berkata kepadaku "Apakah kamu mau serta dalam misteri ini?"

"And the Word made flesh and tabernacled among us." John1:14

Kehadiran Yesus dalam Sabda sama pentingnya dengan kehadiranNya dalam Tubuh dan DarahNya


2.)    The Table of The Body of The Lord

Pada saat Liturgi Ekaristi, Sabda yang sudah aku dengarkan tadi hadir secara nyata di depan ku.

"This is My Body.. This is My Blood" bdk. Mrk 14:22-24

Janji dan pengalaman Tuhan yang tadi telah ku alami lewat SabdaNya pada saat Liturgi Ekaristi ini hadir secara nyata di depan ku.

 
Di saat Misa Kudus, aku menerima Sakramen Ekaristi. Sudahkah kuhayati apa arti Ekaristi?
Sakramen diambil dari kata ”Sacramentum”. Kata ini digunakan ketika “sumpah prajurit”, yaitu saat para prajurit Romawi mengambil sumpah kepada negara. Sumpah sendiri mempunyai arti “berjanji di hadapan Tuhan sebagai saksi dan sebagai penjamin kata-kata kita”.
Dari Markus 14:22-24 aku melihat lebih lagi bahwa Yesus sendiri yang berkata “…."Ambillah, inilah tubuh-Ku.", dan juga "Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.”
Dari Firman itu dinyatakan bahwa Tuhan sendiri berjanji pada kita semua (darah perjanjian). Ketika Tuhan sendiri yang bersumpah, tidak ada otoritas yg lebih besar daripada itu, Ia bersumpah demi namaNya dan diriNya sendiri.
Saat Yesus memberikan TubuhNya dan DarahNya bagi kita inilah saat Tuhan menunjukkan janjiNya.

Apa bedanya Sakramen dengan simbol-simbol lain?
Tanda lain yang bisa dijadikan contoh adalah bendera. Jika suatu bendera suatu negara terbakar, tidak otomatis bahwa rumah kita yang ada di negara tersebut pun terbakar.

Tetapi kalau “sakramen”, sakramen bukan cuma tanda/simbol dari apa yang diwakilkan, tetapi benar-benar mencerminkan sifat seperti aslinya. Misalnya Sakramen Baptis yang telah kita terima, Baptis itu bukan hanya simbol pembersihan jiwa kita tapi benar-benar Baptisan itu yang membersihkan jiwa kita.

Analoginya seperti misalnya ada Kedutaan Besar Spanyol di Indonesia. Kedutaan itu bukan cuma “menandakan”, tetapi begitu kita masuk ke situ dianggap kita sudah berada di Spanyol. Tetapi tetap saja ada Spanyol yang lebih besar daripada Kedutaan tersebut.

Ketika kita menerima Yesus dalam Tubuh dan DarahNya, itu benar-benar Yesus (bukan hanya simbol), tetapi tentu saja pada saatnya nanti kita akan menerima Yesus secara lebih penuh lagi di Surga nanti.

Ada satu kisah nyata dari seorang Uskup Agung di suatu negara, suatu ketika beliau sedang naik taksi di New York. Kebetulan, supir taksi tersebut orang muslim. Setelah masuk dan duduk di taksi, supir taksi tersebut bertanya kepada Uskup "Anda Katolik?" “Ya,benar,” jawab Uskup tersebut.Apakah Anda percaya bahwa Yesus sungguh-sungguh Allah?” tanya supir taksi. “Ya,” jawab Bapak Uskup. “Apakah Anda percaya bahwa hosti sungguh-sungguh Yesus?” Tanya si supir taksi lebih lanjut. “Ya, tentu saja!” jawab Bapak Uskup.
Saya tidak percaya apa yang Anda katakan,” lanjut si supir taksi. “Mengapa?” Bapak Uskup balik bertanya kepadanya. “Karena engkau tidak berlaku seperti itu,” jawabnya. “Jika saya jadi Anda dan saya percaya bahwa hosti sungguh-sungguh Yesus, saya pasti tiarap dan tidak berani berdiri di hadapanNya.”

Dari kisah nyata tersebut aku mulai merefleksikan lagi sikapku setiap kali menerima Komuni Kudus. Kata-kata supir taksi tadi sangat sederhana tapi membawaku lebih dalam ke perenungan akan penghayatanku.

"I don't believe you, because you don't act like it." - The Taxi Driver


Ekaristi adalah sesuatu yang sangat amat serius. Bukan hanya simbol. Tetapi sungguh-sungguh Yesus. Ketika kita turut ambil bagian dalam perjamuan Tuhan, kita mau menerima Tuhan secara nyata.
Yesus telah berjanji dgn namaNya sndiri dan kita telah berkata “ya” saat menerima Komuni Kudus, tetapi seringkali aku menjalani hidup seolah-olah tidak ada konsekuensi yang harus aku lakukan dengan telah menerima Yesus.

Ada beberapa ayat yang membuatku merenungkan lagi mengenai sikapku, di 1 Korintus 11:27-31 “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab itu banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal.”

Dan juga di Ibrani 10:26-29  “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka. Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia.”

Banyak sekte-sekte sesat yang membongkar Tabernakel karena mereka benar-benar tahu apa itu yang ada di dalamnya, tetapi aku sendiri yang telah menerima Tubuh dan Darah Tuhan setiap kali Ekaristi malahan tidak berlaku seperti itu.

Melalui permenungan ini, aku ingin lebih lagi menghormati Tuhan setiap kali merayakan Ekaristi dan menghayati secara lebih dalam apa yang harus kulakukan setelah menerima Tubuh dan DarahNya.

God bless you ^^


Nb : permenungan ini bukan hasil pemikiranku, tetapi dari pengajaran yang disampaikan oleh salah satu temanku. Aku mengemasnya dengan lebih rapi karena aku ingin membagikannya pada teman-temanku :)

Wednesday, November 16, 2011

Fake Jewelry

The power of counterfeits: The devil dresses people up in fake jewelry, so that when they see true riches they say "I already have that, don't need anymore." And they pass it by. 
Fake jewelry is beautiful, sparkly, but worthless. No one can tell the difference until they see the real thing.
Learn to identify fake jewelry, get rid of it, and stay away from people who sell it.

Mengayuh Sepeda

Pagi ini, aku membayangkan perjalanan hidup itu seperti perjalanan mengayuh sepeda.
Lucunya, sepedanya bermacam-macam.
Ada yang punya roda yang besar, ada juga yang rodanya kecil.
Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan kayuh.
Selain besar roda, ada alat kayuh, gear, dan rantainya.
Supaya aman di jalan yang menurun, sepedaku juga harus ada rem nya.

Aku membayangkan aku sedang mengayuh sepedaku.
Saat itu pula, aku melihat orang-orang yang mengayuh di sekitarku.
Keluargaku, saudara-saudaraku, teman-temanku, dan semua orang yang pernah kuketahui cerita hidupnya.
Kadang aku berpikir, kenapa yang satu bisa lebih cepat maju dari yang lainnya? Kenapa sepertinya mereka akan lebih cepat sampai dibandingkan aku?

Aku memikirkan sebuah permenungan.
Sepeda itu seperti talenta yang diberikan pada setiap orang.
Ada yang sekali kayuh langsung jauh, ada yang cepat sampai. Ada juga yang sepertinya kesusahan saat mengayuh.
Tapi kupikir, aku diberikan juga berbagai cara untuk menguasai sepedaku.
Kalau rodaku kecil, aku diberikan energi yang lebih banyak untuk dapat terus mengayuh tanpa lelah.
Kalau rodaku besar, mungkin lebih berat untuk mengayuhnya, tapi sekali kayuh akan lebih jauh yang dicapai.
Kalau jalanku perlahan, mungkin karena aku belum bisa menguasai remku dengan baik.

Pada akhirnya, selain diukur pencapaian ku, juga dilihat kapasitas sepedaku.
Bukan hanya dari seberapa jauh aku melaju, tapi dari seberapa pandai aku melaju dengan sepedaku.
Jalurku berbeda dengan jalur orang lain.
Mungkin jalurku lebih lurus, tapi lebih jauh.
Mungkin jalurnya lebih pendek, tapi lebih berliku.
Setiap orang akan menilai dirinya masing-masing.

Apakah aku masih rajin mengayuh sepedaku?
Jangan berhenti dan tetaplah mengayuh.



Luisa, November 16th, 2011 



Web Site Hit Counters
Website Hit Counter