
Responku? “Ok, lakukan hal itu.”
Ia melihat kepadaku dengan kebingungan. “Hah?”
Aku menjelaskan padanya, “Matilah untuknya. Lihat : sangat lucu untuk membayangkan sebuah skenario di mana kamu melakukan pengorbanan sebagai pahlawan untuk menyelamatkan nyawa seorang wanita. Tuhan memberikan hasrat yang mulia di hatimu untuk alasan tertentu. Kecuali pacarmu tergabung di suatu organisasi kriminal, ia mungkin tidak akan ada di situasi ditodongkan senjata saat ini. Tetapi, kamu perlu menjaga dia dari seseorang, dan itu adalah dirimu sendiri. Jika kamu benar-benar ingin mati untuknya, biarkanlah nafsu mu mati. Jika kamu ingin menjaga dia, jagalah jiwanya. Dengan kata lain, jika ia ditembak mati oleh seseorang, apakah ia siap untuk bertemu Tuhan? Apakah engkau sudah menjaga kehidupan kekalnya? Atau, mungkin, apakah engkau lebih tertarik dengan badannya dibandingkan jiwanya?”
Laki-laki muda ini bukan seorang yang tidak punya hati. Di mata saya, ia merepresentasikan semua dari kita (laki-laki). Kita semua mempunyai hasrat untuk melakukan hal yang mulia dan berani. Tetapi keinginan kita kadang menjadi ternoda. Tujuan kita tidak selalu semurni seperti yang seharusnya kita ketahui. Pemikiran dan kehendak kita – dan bahkan hati kita – perlu untuk dibentuk sesuai dengan Kebenaran.
Diterjemahkan dan dan dikutip dari “Theology of His Body Theology of Her Body” oleh Jason Evert http://www.catholiccompany.com/theology-her-body-theology-his-body-p1001137/ atau http://www.amazon.com/Theology-His-Body-Her/dp/193421759X